Dalam beberapa keluarga di era modern ini, masih banyak yang menerapkan budaya patriarki, yaitu sistem yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam rumah tangga, sementara perempuan dianggap memiliki kedudukan lebih rendah. Dalam pola pikir ini, laki-laki dipandang sebagai kepala keluarga yang memiliki otoritas mutlak, termasuk dalam pengambilan keputusan serta pembagian peran di dalam rumah. Hal ini sering kali menyebabkan ketimpangan, seperti laki-laki yang enggan membantu pekerjaan rumah karena merasa tugas tersebut hanya menjadi tanggung jawab perempuan. Sebaliknya, perempuan sering kali dibebani dengan tuntutan untuk melayani laki-laki dalam berbagai aspek, termasuk pekerjaan domestik, tanpa adanya pembagian peran yang adil.
Beberapa keluarga bahkan masih memiliki pemikiran bahwa laki-laki hanya berkewajiban mencari nafkah, sedangkan perempuan harus mengurus rumah sepenuhnya. Meskipun tidak semua laki-laki berpikir demikian, pola pikir ini masih cukup banyak dijumpai di masyarakat. Padahal, konsep keluarga yang ideal adalah yang menerapkan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan rumah tangga. Suami dan istri seharusnya bekerja sama dalam mencari nafkah, mengasuh anak, serta mengelola pekerjaan rumah tangga. Kesetaraan gender dalam keluarga bukan berarti menghilangkan peran laki-laki atau perempuan, tetapi menyeimbangkan tanggung jawab agar tidak ada pihak yang terbebani secara tidak adil.
Di era modern ini, semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya kesetaraan gender. Oleh karena itu, budaya patriarki sudah seharusnya ditinggalkan. Setiap anggota keluarga memiliki hak dan tanggung jawab yang sama untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis, adil, dan bahagia. Dengan mengubah pola pikir bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang setara, kita dapat membangun keluarga yang lebih sehat dan berdaya.
Penulis: Kiki Melin Andora