Sejarah Munculnya Gas Elpiji di Indonesia dan Akar Masalah Subsidi Elpiji



Sejak Kapan Elpiji Digunakan di Indonesia?

Penggunaan LPG (Liquefied Petroleum Gas) di Indonesia dimulai sejak tahun 1968, ketika Pertamina memperkenalkan brand "Elpiji", pengucapan LPG. Elpiji yang jadi generik untuk menyebut LPG dalam tabung, hadir dengan varian tabung 12 kilogram dan 50 kilogram sebagai bahan bakar alternatif lebih bersih dibandingkan minyak tanah. Seiring dengan perkembangan zaman, elpiji 12 kilogram berwarna biru semakin diminati oleh masyarakat di Indonesia.


Hadirnya Elpiji 3 Kilogram 

Pada 2007, pemerintah meluncurkan program konversi minyak tanah ke elpiji untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah bersubsidi. Agar lebih ekonomis dan mudah diakses oleh masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah menghadirkan elpiji 3 kilogram berwarna hijau alias gas melon. Dengan pemberian subsidi, harga elpiji 3 kilogram bisa ditekan sehingga lebih murah dan dapat diakses oleh lebih banyak orang.

Pemerintah menegaskan, elpiji 3 kilogram hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan usaha mikro. Kebijakan ini untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan benar-benar membantu kelompok yang berhak menerimanya. Hingga kini, elpiji 3 kilogram lebih diminati oleh masyarakat karena lebih murah dan mudah dibawa.


Akar Masalah Subsidi Elpiji 3 Kilogram 

Keputusan pemerintah lewat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia yang melarang penjualan elpiji 3 kilogram di tingkat pengecer justru menimbulkan serangkaian masalah.

Masalahnya adalah skema pengendalian yang diterapkan. Melarang penjualan di tingkat pengecer jelas tidak masuk akal, sekalipun data Kementerian Energi menunjukkan titik rawan penyimpangan terjadi di antara pangkalan dan pengecer.

Sebelum Bahlil menerbitkan aturan ini pada 1 Februari 2025, pemerintah sudah lama ingin mengatur ulang skema distribusi elpiji bersubsidi. Berbagai inisiatif pun dibuat. Program mana pun yang diterapkan tidak akan menuntaskan masalah. Pemberian subsidi masih berbasis barang, bukan orang. Sistemnya justru bisa menyebabkan perbedaan harga. Karena itu, agar tepat sasaran dan anggaran tak membengkak, subsidi elpiji 3 kg semestinya langsung disalurkan kepada keluarga tidak mampu sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dengan catatan pemerintah memperbaikinya lebih dulu.


Sumber: tempodotco

Lebih baru Lebih lama